Minggu, 27 November 2011

Late Adulthood (lansia)

Beberapa tokoh perkembangan membedakan antara the young old (65-74 tahun) dan the old-old atau late old age (75 keatas) (Charness & Bosman, 1992 dalam Santrock 1999). Kemudian ada pula yang membedakan the oldest old (85 tahun ke atas) dari younger older adults (Pearlin dalam Pearlin, 1994 dalam Santrock, 1999). Perempuan kebanyakan merupakan anggota dari golongan the oldest old ini. Mereka lebih memiliki rata-rata lebih tinggi dalam keabnormalitasan dan jumlah yang jauh lebih besar dalam hal ketidak mampuan daripada golongan young old. Mereka lebih banyak tinggal di institusi, tidak menikah lagi, lebih sering memiliki pendidikan yang rendah. Banyak oldest old yang masih dapat berfungsi dengan efektif, walaupun yang lain ada pula yang telah menarik diri dari kehidupan sosial dan bergantung kepada masyarakat sekitar dalam hal dukungan financial. Porsi substansial dari oldest old berfungsi dengan baik. Preokupasi masyarakat dengan ketidakmampuan dan mortalitas oldest old telah menyembunyikan fakta bahwa mayoritas older adults berusia 80 tahun dan lebih masih terus berlangsung dalam komunitas. Lebih dari sepertiga older adults berusia 80 dan lebih yang tinggal dalam komunitas melaporkan bahwa kesehatan mereka masih sangat baik atau baik; 40 % mengatakan bahwa mereka tidak memiliki batasan dalam beraktivitas (Suzman & others, 1992 dalam Santrock, 1999).
Tugas perkembangan (Lesmana, 2006)
Tugas perkembangan manula adalah :
  1. Menyesuaikan diri dengan penurunan kekuatan fisik dan kesehatan
  2. Menyesuaikan diri dengan masa pension dan penurunan pendapatan,
  3. Menyesuaikan diri dengan kematian pasangan
  4. Memantapkan secara eksplisit bahwa ia ada pada kelompok usianya itu,
  5. Mengadopsi dan mengadaptasi peran sosial secara fleksibel dan
  6. Menetapkan pengaturan kehidupan yang memuaskan.
Tema Utama (Lesmana, 2006)
Tema utama yang timbul pada manula yaitu :
  1. Kesepian
  2. Isolasi sosial
  3. Kehilangan,
  4. Kemiskinan,
  5. Perasaan ditolak,
  6. Perjuangan menemukan makna hidup,
  7. Kebergantungan,
  8. Perasaan tak berguna,
  9. Tak berdaya dan putus asa,
  10. Ketakutan terhadap kematian,
  11. Sedih karena kematian orang lain,
  12. Kemunduran fisik dan mental,
  13. Depresi,
  14. Rasa penyesalan mengenai hal-hal yang lampau
Keprihatinan pada Usia Lanjut
Keprihatinan pada usia ini biasanya menyangkut:
a. Masalah pensiun: mereka yang identitas dirinya amat ditentukan oleh pekerjaan akan mengalami kesulitandalam menyesuaikan diri dengan masa pensiun.
b. Empty Nest: Keluarnya anak-anak dari keluarga (untuk melanjutkan skolah atau menikah) dapat menimbulkan kegoncangan dalam keluarga dan krisis dalam hubungan perkawinan.
c. Kematian: kehilangan teman dekat, pasangan serta ketakutan akan kematian diri dapat menjadi sumber kesedihan dan depresi pada manula.
d. Tinggal di institusi: keharusan untuk tinggal di institusi merupakan sesuatu yang amat menyakitkan.
Perubahan Fisik pada Manula
Beberapa perubahan fisik pada manula adalah:
  1. Sistem Kardiovaskuler: Jantung orang yang lebih tua mungkin bekerja dengan lebih keras untuk memompa jumlah darah yang sama, sehingga akibatnya mungkin timbul peningkatan tekanan darah.
  2. Sistem visual: Dengan menjadi makin tua, makin diperlukan cahaya untuk dapat melihat lebih jelas. Membaca makin sulit, mungkin membutuhkan lensa korektif.
  3. Kulit: elastisitas berkurang seiring bertambahnya usia.
  4. Keseimbangan; Setelah usia 50 tahun mulai menurun.
  5. Intelegensi: Bahwa intelegensi menurun pada lansia adalah mitos. Memang ada penurunan fungsi memori. Namun penelitian menunjukkan perbendaharaan kata lebih baik pada orang usia 70 daripada 30.
.
Loneliness
Loneliness berkaitan dengan gender, sejarah attachment, self-esteem, dan keterampilan sosial (Perlman & Peplau, 1998 dalam Santrock, 1999). Kurangnya waktu yang dihabiskan dengan keluarga (pada laki-laki dan perempuan) berkaitan dengan loneliness. Dua cara yang direkomendasikan untuk mengurangi loneliness adalah : (Peplau & Perlman dalam Santrock, 1999). :
1. Mengubah hubungan sosial yang tengah berlangsung
2. Mengubah hasrat dan kebutuhan sosial
Dari kedua cara tersebut, cara yang paling langsung dan memuaskan untuk mengurangi loneliness adalah meningkatkan hubungan sosial. Hal ini dapat diwujudkan dengan membentuk hubungan baru yaitu dengan menggunakan jaringan sosial yang sudah ada dengan lebih baik, atau menciptakan pengganti hubungan dengan hewan peliharaan dan hobi atau kesukaan. Cara kedua untuk mengurangi loneliness adalah mengurangi hasrat untuk melakukan kontak sosial. Hal ini dapat dilakukan dengan memilih aktivitas yang dapat dinikmati sendiri daripada aktivitas yang harus ditemani oleh orang lain. Cara ketiga yang sayangnya sering diambil oleh kebanyakan orang adalah dengan menjauhkan diri mereka dari rasa sakit seperti minuman keras, atau menjadi workaholic. Salah satu cara untuk mencegah loneliness adalah ikut terlibat dalam aktivitas dengan orang lain. Contohnya adalah memperbanyak kesempatan untuk bertemu dengan orang lain dan ikut terlibat melalui pekerjaan, sekolah, komunitas, dan organisasi keagamaan. Seseorang juga dapat bergabung dengan suatu organisasi dan merelakan waktunya untuk sebuah hal yang mereka yakini. Loneliness sering muncul akibat kehilangan kontak sosial. Pindah ke komunitas baru, berganti pekerjaan biasanya menurunkan jumlah kontak sosial seseorang. Cara yang paling efektif dalam mencegah loneliness adalah mengembangkan minat dan aktivitas yang membuka kesempatan untuk mengembangkan kontak sosial.
Aspek hubungan sosial pada Lansia
Lillian Troll (1994, 2000 dalam Santrock, 2006) menemukan bahwa lansia yang berhubungan dekat dengan keluarganya mempunyai kecenderungan lebih sedikit untuk stres dibanding lansia yang hubungannya jauh. Berikut adalah 3 aspek hubungan sosial pada lansia, yaitu hubungan pertemanan (friendship), dukungan sosial (sccial support) dan integrasi sosial (social integration).
a. Friendship
Laura Carstensen (1998) menyimpulkan bahwa orang cenderung mencari teman dekat dibandingkan teman baru ketika mereka semakin tua. Penelitian membuktikan bahwa lansia perempuan yang tidak memiliki teman baik kurang puas akan hidupnya dibanding yang mempunyai teman baik.
b. Sosial support dan sosial integration
Menurut penelitian, dukungan sosial dapat membantu individu untuk mengatasi masalahnya secara efektif. Dukungan sosial juga dapat meningkatkan kesehatan fisik dan mental pada lansia (Bioschop&Others, 2004 Erber, 2005; Pruchno&Rosenbaum, 2003 dalam Santrock, 2006). Dukungan sosial berhubungan dengan pengurangan gejala penyakit dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhannya sendiri akan perawatan kesehatan. (Cohen, Teresi,&Holmes, 1985 dalam Santrock, 2006). Toni Antonucci (1990, dalam Santrock 1999) menyimpulkan bahwa interaksi sosial dengan orang-orang yang menyediakan dukungan sosial memberikan pandangan yang lebih positif mengenai dirinya kepada orang-orang tua tersebut. Dukungan sosial juga mempengaruhi kesehatan mental dari para orang tua tersebut. Para orang tua yang mengalami depresi memiliki jaringan sosial yang kecil, mengalami masalah dalam berinteraksi dengan anggota dalam jaringan sosial yang mereka miliki, dan sering mengalami pengalaman kehilangan dalam hidup mereka (Coyne, Wortman, & Lehman, 1988; Newson & Schulz, 1996 dalam Santrock 1999)
c. Integrasi sosial
Integrasi sosial memainkan peranan yang sangat penting pada kehidupan lansia. Kondisi kesepian dan terisolasi secara sosial akan menjadi faktor yang beresiko bagi kesehatan lansia (Rowe&Kahn, 1997 dalam Santrock, 2006). Sebuah studi menemukan bahwa dengan menjadi bagian dari jaringan sosial, hal ini akan berdampak pada lamanya masa hidup, terutama pada laki-laki (House, Landis&Umberson, 1988 dalam Santrock, 2006).
Religi
Sebuah penelitian menyatakan bahwa lansia yang lebih dekat dengan agama menunjukkan tingkatan yang tinggi dalam hal kepuasan hidup, harga diri dan optimisme. Studi lain menyatakan bahwa praktisi religius dan perasaan religius berhubungan dengan sense of well being, terutama pada wanita dan individu berusia di atas 75 tahun (Koenig, Smiley, & Gonzales, 1988 dalam Santrock, 2006). Studi lain di San Diego menyatakan hasil bahwa lansia yang orientasi religiusnya sangat kuat diasosiasikan dengan kesehatan yang lebih baik (Cupertino & Haan, 1999 dalam Santrock, 2006).
Agama dapat memenuhi beberapa kebutuhan psikologis yang penting pada lansia dalam
hal menghadapi kematian, menemukan dan mempertahankan perasaan berharga dan pentingnya dalam kehidupan, dan menerima kekurangan di masa tua (Daaleman, Perera &Studenski, 2004; Fry, 1999; Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock, 2006). Secara sosial, komunitas agama memainkan peranan penting pada lansia, , seperti aktivitas sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk menyandang peran sebagai guru atau pemimpin. Hasil studi menyebutkan bahwa aktivitas beribadah atau bermeditasi diasosiasikan dengan panjangnya usia (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006). Hasil studi lainnya yang mendukung adalah dari Seybold&Hill (2001 dalam Papalia, 2003) yang menyatakan bahwa ada asosiasi yang positif antara religiusitas atau spiritualitas dengan well being, kepuasan pernikahan, dan keberfungsian psikologis; serta asosiasi yang negatif dengan bunuh diri, penyimpangan, kriminalitas, dan penggunaan alkohol dan obat-obatan terlarang. Hal ini mungkin terjadi karena dengan beribadah dapat mengurangi stress dan menahan produksi hormon stres oleh tubuh, seperti adrenalin. Pengurangan hormon stress ini dihubungkan dengan beberapa keuntungan pada aspek kesehatan, termasuk sistem kekebalan tubuh yang semakin kuat (McCullough & Others, 2000 dalam Santrock, 2006).
Lansia dengan komitmen beragama yang sangat kuat cenderung mempunyai harga diri yang paling tinggi (Krase, 1995 dalam Papalia, 2003). Individu berusia 65 ke atas mengatakan bahwa keyakinan agama merupakan pengaruh yang paling signifikan dalam kehidupan mereka, sehingga mereka berusaha untuk melaksanakan keyakinan agama tersebut dan menghadiri pelayanan agama (Gallup & Bezilla, 1992 dalam Santrock 1999). Dalam survey lain dapat dilihat bahwa apabila dibandingkan dengan younger adults, dewasa di old age lebih memiliki minat yang lebih kuat terhadap spiritualitas dan berdoa (Gallup & Jones, 1989 dalam Santrock 1999).. Dalam suatu studi dikemukakan bahwa self-esteem older adults lebih tinggi ketika mereka memiliki komitmen religius yang kuat dan sebaliknya (Krause, 1995 dalam Santrock, 1999). Dalam studi lain disebutkan bahwa komitmen beragama berkaitan dengan kesehatan dan well-being pada young, middle-aged, dan older adult berkebangsaan Afrika-Amerika (Levin, Chatters, & Taylor, 1995 dalam Santrock 1999). Agama dapat menambah kebutuhan psikologis yang penting pada older adults, membantu mereka menghadapi kematian, menemukan dan menjaga sense akan keberartian dan signifikansi dalam hidup, serta menerima kehilangan yang tak terelakkan dari masa tua (Koenig & Larson, 1998 dalam Santrock 1999). Secara sosial. Komunitas religius dapat menyediakan sejumlah fungsi untuk older adults, seperti aktivias sosial, dukungan sosial, dan kesempatan untuk mengajar dan peran kepemimpinan. Agama dapat memainkan peran penting dalam kehidupan orang-orang tua (Mcfadden, 1996).
Model Lansia yang “sukses” atau “optimal”
Para teoris tidak sepakat untuk mendefinisikan dan mengukur masa tua yang sukses atau optimal. Beberapa investigator memfokuskan pada fungsi jantung, performa kognitif, dan kesehatan mental yang seperti diharapkan. Peneliti lain memfokuskan pada produktivitas, ekonomi dan lainnya sebagai kriteria penting untuk hidup sehat. Sementara pendekatan lain mencoba menguji pengalaman subyektif, yaitu bagaimana individu berhasil mencapai tujuannya dan seberapa puas mereka dengan hidupnya. Menanggapi hal ini, beberapa teori klasik maupun yang baru menjelaskan tentang masa tua yang baik, diantaranya adalah teori disengagement versus activity, teori kontinuitas, peran produktivitas, dan optimisasi selektif dengan kompensasi.
Menurut teori aktivitas, peran yang disandang oleh lansia adalah sumber kepuasan yang besar; semakin besar mereka kehilangan peran setelah masa pensiun, menjanda, jauh dari anak-anak, atau infirmitas, maka semakin merasa tidak puaslah mereka. Orang yang tumbuh menjadi tua akan mempertahankan aktivitasnya sebanyak mungkin dan menemukan pengganti bagi perannya yang sudah hilang (Neugarten, Havighurst,&Tobin, 1968 dalam Papalia, 2003). Penelitian lain juga menyatakan hasil bahwa keterlibatan dalam aktivitas yang menantang dan peran sosial mennimbulkan retensi pada kemampuan kognitif dan mungkin berefek positif pada kesehatan dan penyesuaian diri sosialnya.
Menjadi seseorang yang aktif adalah hal yang penting untuk menjadi successfull aging. Selain itu, lansia yang sukses juga melibatkan perasaan kontrolnya terhadap lingkungan dan self efficacy (Bertrand&Lachman, 2003 dalam Santrock, 2006). Menurut hasil studi, diet yang tepat, gaya hidup yang aktif, stimulasi mental, dan fleksibilitas, positive coping skill, mempunyai hubungan dan dukungan sosial yang baik, dan jauh dari penyakit serta kemampuan lainnya dapat dipertahankan atau bahkan dapat dikembangkan ketika seseorang beranjak menjadi tua.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar